Nama : Abdul Muis
Lahir : Sungai Puar-Bukit Tinggi, 3 Juli 1883
Meninggal :Bandung, 17 Juni 1959
Pendidikan :
- Sekolah Dasar
- STOVIA /Sekolah dokter (tidak lulus)
Pengalaman Pekerjaan :
- Pegawai Negeri
- Wartawan
Pengalaman Organisasi :
- Pengurus Besar Sarekat Islam
- Pendiri Komite Bumiputera
- Pendiri Persatuan Perjuangan Priangan
- Anggota Komite Indie Weerbaar
Perjuangan :
Lahir : Sungai Puar-Bukit Tinggi, 3 Juli 1883
Meninggal :Bandung, 17 Juni 1959
Pendidikan :
- Sekolah Dasar
- STOVIA /Sekolah dokter (tidak lulus)
Pengalaman Pekerjaan :
- Pegawai Negeri
- Wartawan
Pengalaman Organisasi :
- Pengurus Besar Sarekat Islam
- Pendiri Komite Bumiputera
- Pendiri Persatuan Perjuangan Priangan
- Anggota Komite Indie Weerbaar
Perjuangan :
- Mengecam tulisan orang-orang
Belanda yang sangat menghina bangsa Indonesia melalui tulisannya di harian de
Express
- Menentang rencana Pemerintah Belanda mengadakan perayaan peringatan seratus tahun kemerdekaannya melalui Komite Bumiputera
- Memimpin pemogokan kaum buruh di daerah Yogyakarta
- Mempengaruhi tokoh-tokoh Belanda dalam pendirian Technische Hooge School - Institut Teknologi Bandung (ITB)
- Menentang rencana Pemerintah Belanda mengadakan perayaan peringatan seratus tahun kemerdekaannya melalui Komite Bumiputera
- Memimpin pemogokan kaum buruh di daerah Yogyakarta
- Mempengaruhi tokoh-tokoh Belanda dalam pendirian Technische Hooge School - Institut Teknologi Bandung (ITB)
Karya Sastra :
Salah Asuhan
Tanda Kehormatan :
Pahlawan Kemerdekaan Nasional
Meninggal/Dimakamkan :
Bandung, 17 Juni 1959
Melawan Belanda Dengan Pena
Perlawanan terhadap penjajahan
Belanda dilakukannya tanpa putus-putus dengan berbagai cara. Dengan ‘pena’-nya
yang tajam, partai politik, komite perlawanan orang pribumi, bahkan memimpin
mogok kerja. Sebagai seorang wartawan, tulisan Abdul Muis merupakan tulisan
perlawanan terhadap Belanda.
Begitu
juga sebagai Pengurus Besar Sarekat Islam, ia selalu menanamkan semangat
perlawanan kepada anggotanya. Ia juga mendirikan Komite Bumiputera bersama
tokoh-tokoh pergerakan nasional lainnya sebagai perlawanan terhadap rencana
Pemerintah Belanda yang akan merayakan hari kemerdekaannya yang ke seratus di
Indonesia.
Tokoh
yang menjadi utusan ke Negeri Belanda sebagai anggota Komite Indie Weerbaar
sehubungan dengan terjadinya Perang Dunia pertama ini, juga merupakan tokoh di
belakang cikal bakal berdirinya Institut Teknologi Bandung (ITB). Pejuang yang
juga terkenal sebagai sastrawan ini, hingga Indonesia merdeka tetap melakukan
perjuangan mempertahankan kemerdekaan dengan mendirikan Persatuan Perjuangan
Priangan.
Sebelum
terjun menekuni dunia kewartawanan, pria yang lahir di Sungai Puar, Bukit
Tinggi, 3 Juli 1883, ini sempat menjadi pegawai negeri. Pekerjaan itu ia geluti
beberapa waktu saja setelah memutuskan untuk tidak meneruskan sekolahnya di
STOVIA (Sekolah dokter). Namanya mulai dikenal oleh masyarakat ketika
karangannya yang banyak dimuat di harian de Express selalu mengecam tulisan
orang-orang Belanda yang sangat menghina bangsa Indonesia.
Untuk
mengefektifkan perjuangannya, ia selanjutnya terjun berpolitik praktis dengan
menjadi anggota Sarekat Islam. Di organisasi tersebut ia diangkat menjadi salah
seorang anggota Pengurus Besar. Kepada anggota sarekat, ia selalu menanamkan
semangat perjuangan melawan penjajahan Belanda. Bahkan ketika Kongres Sarekat
Islam diadakan pada tahun 1916, ia menganjurkan agar Sarekat Islam (SI)
bersiap-siap menempuh cara kekerasan menghadapi Belanda jika cara lunak tidak
berhasil.
Perlawanan
tidak hanya ditujukannya kepada Pemerintahan kolonial Belanda, tapi terhadap
ajaran-ajaran yang tidak disetujuinya. Seperti selama kesertaannya di Sarekat
Islam, ia selalu berjuang agar diadakan disiplin partai, yang intinya untuk
mengeluarkan anggota-anggota yang sudah dipengaruhi oleh paham komunis.
Pada tahun 1913, ia bersama tokoh-tokoh pergerakan nasional lainnya seperti Ki Hajar Dewantara, mendirikan Komite Bumiputera. Komite ini dibentuk awalnya adalah untuk menentang rencana Pemerintah Belanda mengadakan perayaan peringatan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Perancis. Rencana Pemerintah Belanda tersebut memang sesuatu yang ironis. Di negeri yang sedang di jajahnya, mereka hendak merayakan hari kemerdekaannya secara besar-besaran. Itulah yang ditentang oleh para tokoh pergerakan nasional tersebut. Namun oleh karena perlawanan itu, ia akhirnya ditangkap oleh Pemerintah Belanda.
Pada tahun 1913, ia bersama tokoh-tokoh pergerakan nasional lainnya seperti Ki Hajar Dewantara, mendirikan Komite Bumiputera. Komite ini dibentuk awalnya adalah untuk menentang rencana Pemerintah Belanda mengadakan perayaan peringatan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Perancis. Rencana Pemerintah Belanda tersebut memang sesuatu yang ironis. Di negeri yang sedang di jajahnya, mereka hendak merayakan hari kemerdekaannya secara besar-besaran. Itulah yang ditentang oleh para tokoh pergerakan nasional tersebut. Namun oleh karena perlawanan itu, ia akhirnya ditangkap oleh Pemerintah Belanda.
Ketika
Perang Dunia I terjadi, bangsa ini pun siap sedia mengatasi
kemungkinan-kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Untuk itu, pada tahun 1917,
Abdul Muis diutus ke Negeri Belanda sebagai anggota Komite Indie Weerbaar guna
membicarakan masalah pertahanan bagi bangsa Indonesia.
Selain
itu, ia juga berusaha mempengaruhi tokoh-tokoh bangsa Belanda agar mendirikan
sekolah teknik di Indonesia. Usahanya tersebut beberapa tahun kemudian
membuahkan hasil. Oleh Belanda didirikanlah Technische Hooge School di Bandung
yang dikemudian hari berganti nama menjadi Institut Teknologi Bandung (ITB)
sekarang.
Abdul
Muis terkenal sebagai orang yang selalu membela kepentingan rakyat kecil. Ia
sering berkunjung ke daerah-daerah untuk membela rakyat kecil tersebut sambil
membangkitkan semangat para pemuda agar semakin giat berjuang untuk kemerdekaan
bangsa dan tanah air Indonesia.
Melawan
Belanda sepertinya ia tidak kehabisan ide, berbagai cara perlawanan pernah
dilakukannya termasuk mengajak kaum buruh untuk melakukan mogok. Seperti yang
dilakukannya pada tahun 1922, ia memimpin pemogokan kaum buruh di daerah
Yogyakarta. Karena tindakannya itu, ia kembali ditangkap oleh Pemerintah
Belanda dan mengasingkannya ke Garut, Jawa Barat.
Di
samping terkenal sebagai pejuang kemerdekaan, ia juga terkenal sebagai seorang
sastrawan Indonesia. Karya sastra yang berjudul “Salah Asuhan” yang sangat
terkenal itu merupakan salah satu dari karyanya.
Sang Pahlawan Pergerakan Nasional
dan Sastrawan yang hingga kemerdekaan ini tetap tinggal di Jawa Barat
berprinsip bahwa perjuangan tidak pernah berhenti. Setelah kemerdekaan ia
mendirikan Persatuan Perjuangan Priangan, suatu persatuan perjuangan
mempertahankan kemerdekaan. Pada tanggal 17 Juni 1959, pahlawan ini meninggal
di Bandung dan dimakamkan di sana juga.